trik

seo monitor


Klik Disini

Selasa, 05 Juni 2012

Menyingkap Kearifan Lokal Kampung Naga

Menyingkap Kearifan Lokal Kampung Naga
KOMPAS.com – Siapkan stamina saat bertandang ke Kampung Naga. Pengunjung harus menapaki ratusan anak tangga.  Namun, semua itu terbayar dengan panorama sawah terhampar. Di ujung sana, rumah-rumah beratap sejenis alang-alang tampak memesona. Pemandangan khas pedesaan yang sudah langka jika Anda sehari-hari hidup di kota besar.

Kampung Naga terletak di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tak sekedar panorama yang cantik, budaya yang selaras dengan alam masih dijalani dengan kental oleh masyarakat setempat. Aura magis pun sangat terasa di kampung ini. Jadi, jangan sekedar melihat-lihat atau berfoto-foto, cobalah berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat.

"Warga sini menerima pengunjung yang mau belajar budaya kami. Kami pun ingin belajar budaya orang yang datang. Kami bukan desa wisata yang orang datang untuk menonton kami. Kampung Naga adalah desa adat, tempat belajar budaya leluhur kami," jelas Entang panjang lebar.

Aki Entang, begitu sapaan akrab untuknya, adalah warga asli Kampung Naga dan ditunjuk sebagai pemandu bagi pengunjung yang mampir ke Kampung Naga. Menurutnya, selama bertahun-tahun, pengunjung yang datang selalu dipandu langsung oleh masyarakat setempat.

Kampung Naga terdiri dari 113 bangunan dengan 110 rumah. Ada sekitar 108 kepala keluarga di Kampung Naga. Menurut Aki Entang, sejak dahulu, jumlah bangunan hanya sebanyak itu. Kawasan Kampung Naga yang inti hanya seluas satu setengah hektar.

Uniknya semua bangunan menggunakan kayu dan atap dari alang-alang. Di luar kawasan satu setengah hektar tersebut, rumah-rumah diperkenankan dibangun seperti rumah modern dengan seng dan batu bata.

Kearifan lokal juga tercermin dari rumah-rumah tersebut. Rumah yang terbuat dari kayu dan dinding bambu tersebut tahan gempa. Saat terjadi gempa di Tasikmalaya beberapa tahun silam, bangunan di Kampung Naga utuh berdiri.

Saat mampir ke kampung ini, mintalah izin untuk masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah pun sama uniknya. Dapur yang berada di bagian depan, bersebelahan dengan ruang tamu. Setiap tata letaknya pun berfilosifis.

Misalnya ruang tamu yang lapang tanpa kursi, menandakan bahwa semua orang duduk sejajar. Letak antara rumah yang saling berhadapan pun punya maksud sendiri. Aki Entang menjelaskan hal ini berarti agar sesama tetangga saling menjaga dan saling membantu.

Ini baru berbicara sebagian dari arsitektur rumah dan bangunan di Kampung Naga. Tak cukup kunjungan sehari untuk membicarakan filosifi adat Kampung Naga yang dijalankan secara turun temurun dan melekat di hati masing-masing warganya.

Lalu berapa umur Kampung Naga? Tak ada yang tahu pasti. Kampung ini diperkirakan berusia sudah beratus-ratusan tahun. Namun, tradisi begitu kental terjaga. Sampai saat ini, Kampung Naga tak dialiri listrik. Bukan karena tak mendapat jatah dari PLN, tetapi sengaja tak mau dialiri listrik.

Pengunjung yang datang juga dapat melihat secara langsung proses pembuatan beberapa kerajinan tangan dari bambu dan batok kelapa, seperti angklung, camping, sampai aneka wadah. Jangan lupa membeli hasil karya masyarakat setempat.
Di bagian depan saat akan masuk ke Kampung Naga, terdapat kolam ikan.
Warga sini menerima pengunjung yang mau belajar budaya kami. Kami pun ingin belajar budaya orang yang datang. Kami bukan desa wisata yang orang datang untuk menonton kami. Kampung Naga adalah desa adat, tempat belajar budaya leluhur kami
Uniknya, pengunjung dapat mencoba terapi ikan di kolam ikan tersebut atau sekedar memberi makan pada ikan-ikan. Di tengah kolam ikan terdapat saung yang berisi lesung dan alu. Ya, masyarakat setempat masih menggunakan cara tradisional untuk menumpuk padi.

Pengunjung pun dapat melihat langsung proses menumbuk padi dengan lesung dan alu. Atau, coba sendiri sensasi menumbuk padi dengan cara tradisional. Buktikan sejauh mana kekuatan Anda. Jangan lewatkan pula kesempatan membeli beras di Kampung Naga. Tentu saja beras yang dihasilkan adalah beras organik.

Akses

Sangat mudah mencapai lokasi Kampung Naga. Dari Jakarta, lebih mudah dicapai melalui Garut. Walaupun Kampung Naga secara administratif berada di Tasikmalaya. Jika menggunakan transportasi umum, dari Jakarta bisa naik bus jurusan Singaparna. Di terminal Kampung Rambutan, pilihan bus adalah bus Karunia Bakti.

Dari pusat kota Garut, perjalanan darat ditempuh sekitar satu jam melewati jalan berkelok dan menanjak khas pegunungan. Arahkan perjalanan menuju Singaparna. Lalu turun di jalan raya yang menghubungkan Garut dan Tasikmalaya.  Cukup bilang ke supir untuk diturunkan di Kampung Naga.

Di area parkir, warung-warung menyambut pengunjung. Sebagai penanda, Tugu Kujang gagah berdiri. Ini bukan sembarang tugu. Tugu setinggi sekitar tiga meter itu memang benar-benar sebuah kujang atau senjata khas masyarakat Sunda yang raksasa.

Tak sekedar sebagai warisan budaya Sunda, Kujang tersebut terbuat dari hasil leburan senjata-senjata pusaka dari 900 kerajaan nusantara. Aki Entang menuturkan perlu sekitar 40 hari untuk membuat kujang raksasa tersebut.

0 komentar:

Blog Sahabat

wew

winamp


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com

rank